Bergerak di dunia pendidikan, tentu berbeda dengan menekuni profesi yang lain. Tidak boleh ada perasaan merasa lebih tua atau lebih pandai dibanding rekan yang lebih muda atau yang baru bekerja. Pelajaran tersebut saya dapatkan dari bibi (adik bungsu ibuku) bahwa kita harus menghilangkan perasaan semacam itu. Sejak saat itulah, saya bertekad jangan merasa lebih dibanding yang lain, walaupun orang itu jauh lebih muda.
Menempatkan diri di dalam lingkungan pendidikan sudah pasti tidak dapat disamakan dengan tempat lain, maaf, pasar, misalnya. Perilaku dan kata-kata yang dirangkai jelas akan bertolak belakang. Jika di pasar, tidak seorang pun yang melarang orang berbicara apa pun termasuk menyapa orang dengan sebutan apapun, tentu tidak demikian halnya di dunia pendidikan.
Siapa pun yang telah menerjunkan dirinya ke dalam lautan ilmu ini, tidak dapat bersikap dan berucap sekehendak hatinya. Masyarakat akan menyoroti apa pun yang mereka katakan dan lakukan.
Sayangnya, tidak semua orang yang berada di lingkungan tersebut mampu menerapkan hal itu walaupun bisa jadi ia merupakan sosok yang cukup lama bergabung. Yang menyedihkan, kadang-kadang sosok tersebut justru seseorang yang memegang jabatan tertinggi dan seharusnya menjadi teladan bagi anak buahnya. Meskipun tidak semua, tetapi masih saja ada pimpinan yang masuk ruang kerja anak buahnya dan langsung memanggil salah seorang karyawannya seperti penjual yang sedang menjajakan dagangannya. Ada pula yang memerintah bawahannya dengan sikap seolah-olah bawahan itulah yang membutuhkan dirinya, padahal sudah jelas bahwa dialah yang membutuhkan. Ada juga pimpinan yang menyuruh anak buahnya dengan sikap seorang raja, saat menyuruh tidak terlontar kata 'tolong' dan setelah mendapatkan yang diperlukan tidak juga keluar ucapan 'terima kasih'. Tidak dari wajah apalagi dari ucapan.
Dunia pendidikan merupakan dunia yang istimewa sebab tempat ini telah mendapat kepercayaan untuk mencetak para calon pemimpin bangsa masa depan. Tempat istimewa tentulah wadah bagi orang-orang yang terpilih (artinya tidak semua orang mampu berdedikasi sepenuhnya di sini). Mereka yang terpilih inilah yang harus berhati-hati dalam setiap langkah.
Setiap ucap dan gerak langkah para pendidik merupakan perhatian para siswa. Maka, sangat disayangkan masih ada seorang pendidik yang menyapa rekan kerjanya (yang jauh lebih muda) dengan nama saja tanpa sebutan 'bu' atau 'pak', padahal saat itu ada beberapa murid. Begitu pula halnya dengan pemegang jabatan tertinggi di dunia pendidikan. Masih ada yang menyapa anak buahnya dengan nama saja. Rasanya bukan hal yang tepat, apalagi terjadi di lingkungan yang seharusnya menjadi contoh.
Mungkin hal di atas bukan masalah jika terjadi di tempat lain. Kakak saya yang bekerja di sebuah perseoran yang bergerak di bidang perkapalan pernah bercerita tentang seorang pegawai baru bergelar magister lulusan salah satu universitas Jerman. Pegawai tersebut malah menawarkan kepada kakak supaya menyapanya dengan nama saja dan tetap menyebut kakak dengan 'pak'. Ini berarti ada kesepakatan dari kedua belah pihak dan berada di tempat yang tepat.
Sekali lagi, dalam dunia pendidikan kita dituntut untuk bersikap rendah hati, tidak perduli siapa pun dia. Karena dengan sikap rendah hati, maka setiap gerak laku dan ucap kita akan terarah. Sebab dengan sikap mawas dirilah, maka kita akan berusaha mempertimbangkan untaian kata yang hendak diucap dan berhati-hati dalam segala tindakan.
Terakhir, segala sikap dan tindak-tanduk kita merupakan cermin keberhasilan dalam mendidik generasi harapan bangsa.
Kamis, 12 Juni 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar